Masa Demokrasi Liberal telah dirintis sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan status KNIP dan Maklumat tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik di Indonesia. Demokrasi Liberal ditandai dengan Indonesia memakai system parlementer. Pada masa tersebut terjadi beberapa kali pergantian kabinet. Kabinet-kabinet yang perbah berkuasa antara lain:
Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951). Kabinet Natsir merupakan cabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi. Cabinet Natsir mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian dan reputasi yang tinggi. Mereka adalah Sri sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Asaat, Mr. Roem Royen, Ir. Djuanda, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Program pokok Kabinet Natsir, antara lain:
a. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
b. Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintah.
c. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
d. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
e. Memperjuangkan penyelesaian Irian Barat.
Kabinet Natsir lengser pada tanggal 21 Mater 1951, akibat mosi tidak percaya dari parlemen. Karena pada masa pemerintahannya, hampir diseluruh Indonesia terjadi pemberontakan dan masalah Irian Barat mengalami jalan buntu.
Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952). Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi dan PNI beserta sjumlah partai kecil lainnya. Cabinet Sukiman mencanangkan program 7 pasal. Program yang dicanangkannya tersebut banyak kesamaan dengan program cabinet Natsir, hanya beberapa hal ang mengalami prubahan sesuai dengan prioritas. Misalnya mengenai pemulihan keamanan dan ketertiban.
Nasib Kabinet Sukiman pun tidak berbeda jauh dengan Kabinet Natsir. Akibat kondisi Negara yang tengah diwarnai dengan pemberontakan hampir diseluruh wilayah Indonesia, Kabinet Sukiman dinilai kurang tegas dalam menyikapinya. Dan juga Kabinet Sukiman dinilai politik luar negerinya telah berbelok ka barat tidak lagi bebas aktif. Karena dua hal tersebut akhirnya Kabinet Sukiman mengalami kejatuhan dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden.
Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juli 1953). Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI. Program kerja kabinet ini terdiri dari 6 pasal. Diantaranya mempersiapkan pemilihan umum, memprogramkan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dan menciptakan keamanan dalam negeri, dan juga melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Wilopo juga mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen dikarenakan masalah tanah di Tanjung Morawa, Sumatera Timur.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955). Cabinet ini mendapat dukungan dari PNI dan NU. Cabinet Ali mempunyai program 4 pasal, yakni:
1. Program dalam negeri antara lain meningkatkan keamanan dan kemakmuran dan segera menyelenggarakan pemilihan umum.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Program luar negeri, antara lain pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian pertikaian politik.
Kabinet Ali dianggap gagal karena adanya konflik dalam tubuh Angkatan Darat mengenai pengangkatan Bambang Utoyo sebagai KSAD dan juga pemberntakan di Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureueh. Akhirnya pada tanggal 24 Juli 1955, Ali Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956). Burhanuddin adalah orang Masyumi. Prestasi yang berhasil diraih pada masa Kabinet Burhanuddin, antara lain:
1. Diselenggarakannya pemilihan umum yang pertama kalinya di Indonesia. Tanggal 29 September 1955 memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember memilih anggta Dewan Konstituante.
2. Berhasil mengebalikan posisi Nasution sebagai KSAD.
Hasil pemilu mengubah susunan dalam tubuh DPR. Tanggal 3 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956-14 Maret 1957). Cabinet ini erupakan koalisi antara PNI, Masyumi dan NU. Program pokok dari cabinet ini, antar lain:
1. Pembatalan KMB.
2. Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI.
3. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industry, perhubungan, pendidikan dan pertanian.
4. Melaksanakan keputusan KAA.
Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan separatis dan juga terjadi perpecahan dalam tubuh kabinet sendiri. Pada tanggal 14 Maret 1957 menyerahkan mandatnya kepada presiden.
Kabinet Karya (9 April1957-10 Juli 1959). Kabinet Karya merupakan Zaken Kabinet atau Kabinet Kerja. Perdana Menteri mempunyai tia orang wakil, yaitu Hardi, Idham Chalid, dan Leimena. Cabinet Karya menyusun 5 pasal yang disebut Pancakarya. Isinya:
1. Membentuk Dewan Nasional.
2. Normalisasi keadaan republic.
3. Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.
4. Memperjuangkan Irian Barat
5. Mempercepat proses pembangunan.
Kabinet Karya mencetak prestasi gemilnag yakni berhasil mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia dengan dikeluarkannya Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957.
Sumber :
Badrika, wayan I. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Penerbit Erlangga
1 komentar:
Thank's gan infonya !
www.bisnistiket.co.id
Posting Komentar